kepada mimpi.

maaf, aku tidak tahu lagi harus menuangkannya kepada siapa.

maaf, kini aku menulis lagi.

maaf. ntahlah. maaf.

mungkin terlalu absurd, mungkin terlalu, entah, terlalu. aku serasa speechless sebenarnya, walaupun sebenarnya di kepalaku tak terhitung lagi aksara. tak bisa ditimbang seberapa berat mataku untuk membuka. ia hanya meminta dilepaskan. tangis tangis tanpa suara.

kesakitan benar. sungguh, kesakitan benar.

kepada mimpi. selama ini sulit bagi aku untuk bercerita secara apik mengenai mimpi. sementara aku sendiri nggak ngerti. aku hanya memungut mungut kutipan dari orang-orang bijak, orang-orang gagal, orang-orang berhasil, orang-orang yang gagal lalu berhasil, atau orang yang seakan-akan berhasil. kata kata tentang "mimpi" tak pernah absen merasuk kedalam otak aku. mendengar kata "mimpi", aku terpanggil. mataku bersemangat. semesta mencatat. sebegitu lah dahsyatnya, sebegitulah semestinya.

*aku senang aku bisa menulis lagi. sumpah.*

jadi ceritanya, fani, apa yang terjadi?

apa yang terjadi?


aku..nggak tau mau mulai darimana.
ah. iya.

berawal dari nol. berawal dari membeli pena. mengambil kertas. dan menulis : tujuan.
semangat benar. ya! ini. coret. bukan, ini! coret. orang orang biasanya begitu. jujur, aku juga demikian.
aku nggak bohong kalau bilang aku sempat bingung juga memilih apa itu yang namanya 'tujuan'. untuk apa 'tujuan'? apa aku memang benar-benar diusir? apa semua teman-temanku juga sedang diusir, makanya juga heboh ribut kocar kacir mencari 'tujuan' selanjutnya?

lalu singkat cerita, terbentuklah 'tujuan' ku tadi. yang awalnya hanya sekedar 'tujuan'. hanya mungkin dua anak tangga lebih tinggi daripada "wacana". belum tahu pergi kesana naik apa. belum tahu disana ada apa apa aja, dan ngapain aja. cuma memegang satu kata, "aku mau  kesitu."

setelah paragraf diatas, aku membaca posting lama aku. iya, posting lama, kita flashback sebentar saat tinta pena aku masih segar segarnya. saat 'tujuan' tadi masih berkilau. ah, aku hanya bisa membaca dengan tatapan nanar. saat itu aku bahkan tak tahu kalau 'tujuan' aku itu jurusannya berbeda dengan yang aku pelajari disekolah. tapi tulisanku sudah benar benar sok tahu. maafkan sajalah, fani kecil yang semangat.

karena begitulah. aku rindu fani kecil yang semangat. dia bodoh, tapi semangat.

tertawakanlah dia dulu, tertawakanlah tulisanku ini dulu. karena kemudian, "tujuan" pun berkembang. bukan menjadi remaja, tetapi menjadi "perandaian". andai kata, bisa, atau tidak bisa. mungkin bisa. mungkin tidak. saat itu kata "atau" dan "mungkin" sangat berperan penting. mulai cari cari tahu, ini itu, sesekali masih sok tahu. dengan bekal tahu-tahuan yang sudah dipunya tadi, berandai andailah. "seandainya aku udah disana, pasti nanti bla bla bla", "ih pasti enaknya kalau aku disana bakal bla bla bla", "gimana nih, seandainya aku disana mungkin aku jadi orang yang paling bla bla bla"
buram semua, teman. buram semua. 

karena kebodohan mulai berkurang.
yang tadinya hitam, jadi agak agak putih.

"perandaian" tadi terus meliuk-liuk, rasa ingin tahu menggebu-gebu. browsing, browsing, tanya sana sini, tanya dari orang yang paling tau, orang yang nggak tau, orang yang udah disitu, semuanya. aku akui betapa manusia sangat lihai dalam berfilosofi. karena manusia manusia disekitar ku yang aku tanya tanya tadi, terus menyuntik-nyuntikkan semangat. mengiyakan "perandaian" ku yang indah, menepis "perandaian" ku yang busuk. berubahlah "perandaian" ku menjadi sesuatu yang sangat tinggi. yang kata mereka harus digantung setinggi-tingginya. yang awalnya huruf M, akhirnya I, tengahnya M. iya, "mimpi".

seketika, semuanya yang sepele sepele, langsung jadi sakral. "mimpi". beh, kata yang besar sekali. kuat. bukan bunga tidur. bukan igauan. aku pegang sang "mimpi" erat-erat. saat telah aku putuskan aku punya "mimpi", disanalah aku menggebu-gebunya dahsyat. aku rasanya ingin melakukan apapun demi mencapai sang "mimpi" itu. usaha ku mulai mendekati angka tak terhitung. begitu juga kegalauanku. "mimpi" itu menakutkan, teman. kadar keoptimisan dan kepesimisanku mungkin hanya beda nol koma sekian persen. tak ada yang bisa benar benar ku optimiskan 100%, maupun benar benar ku pesimiskan 100%. semua seperti ada celah. tusuk. keliru. celah. tusuk. keliru. apapun demi "mimpi" ku. dan benar saja, "mimpi" tak pernah kecil. akulah yang langganan dibuatnya merasa kecil. tapi ku besarkan lagi diriku. ku panggil teman temanku untuk membesarkan diriku. usaha seperti air terjun. tak terbatas. tak terkalahkan.

kita tahu, semua itu perjalanan. aku merasakan semuanya sambil melangkah. dan jalan ini sebentar lagi bertemu ujungnya. ujungnya hanya dua : "aku sampai di 'mimpi' ku" atau "aku ada dimana?". tentulah kubulatkan lagi tekadku untuk mencapai "tujuan"ku, mewujudkan "perandaian"ku, menikmati "mimpi"ku. semua mulai terasa nyata. tiga hal itu menjadi selimutku kala tidur. walaupun terus aku dilanda keraguan, tapi ku tepis terus. tepis sampai mampus.

sampai ke hari ini.

aku mendapati bahwa "mimpi" ku itu harusnya bukan itu.

aku mendapati bahwa "perandaian" ku sepertinya tidak patut begitu.

aku mendapati bahwa "tujuan" ku harusnya bukan kesitu.

aku...aku tidak tahu lagi, bagaimana cara menjelaskannya. ini bukan pesimistis, aku bersumpah. kalau dibilang pesimistis, aku sudah kabur dari dulu. tapi tidak, aku percaya kalau ini bukan pesimistis. aku rasa Tuhan mendengarkan doa ku yang terlalu takabur. aku terus memohon "permudahkanlah hamba mencapai apa yang hamba inginkan." .

iya. keinginan. dari awal sekali, semuanya itu dari keinginan ku. harusnya jangan begitu, bukan?

begitulah. lagi lagi aku salah tatap. setidaknya Tuhan sudah benar-benar baik, Dia menunjukkan bahwa "mimpi" ku bukan jalan yang harusnya jadi tujuanku, bukan khayalan yang harusnya jadi perandaianku. Ia menunjukkan padaku mungkin agar aku terpukul nya sekarang, bukan nanti nanti.

karena memang teman-teman, aku sangat terpukul.

semua tidak aku lalui dengan kurun waktu yang singkat. semua tidak aku jalani dengan santai. stres nya luar biasa, tekanannya, jatuh bangunnya, mungkin tidak ada yang mencambuk aku lebih kuat daripada "mimpi" yang aku punya tadi. tiba disaat yang sudah hampir diujung ini, ternyata aku harus berbelok.

dan aku hanya bisa bertanya kepada teman temanku, "bagaimana caranya agar ikhlas?"

yah, begitulah. kulihat lagi tempelan tempelan di dindingku. wallpaper di hp ku. catatan catatan kecil, catatan catatan besar, dibuku catatanku. dan yang paling pedih, sketch book ku,

karena tadi siang aku akhirnya mengaku, "aku tidak suka menggambar."



jangan nangis fani. jangan nangis.



kepada mimpi. terimakasih untuk kisahnya.


buat teman teman seperjuangan, jangan terlalu difikirkan posting ini. kalian pasti lebih dewasa daripada aku. aku percaya itu. mimpi kalian pasti adalah mimpi mimpi terbaik. pilihan pilihan terbaik diambil oleh orang terbaik, dan orang terbaik lah yang pasti terpilih. kalau kalian punya mimpi, berusahalah menjadi yang terbaik diantara mereka yang mungkin punya mimpi yang sama. terus semangat untuk kita! 

Comments

Popular posts from this blog

music is in you, isn't it?

Interpretasi puisi : Aku Ingin, karya Sapardi Djoko Damono

don't judge me if you don't know me